Found 4 bookmarks
Newest
Topi Hijau Dalam Budaya Tionghoa
Topi Hijau Dalam Budaya Tionghoa
Topi berwaran hijau dalam bahasa Tionghoa adalah Lumaozi (Hanzi: 绿帽子, Pinyi: lǜmàozi). Orang asing mungkin berpikir bahwa topi hijau sama seperti topi lainnya, tetapi tidak di sana. Istilah “topi hijau” ini memiliki arti ungkapan tentang istri seorang pria yang tidak setia kepadanya. Bahkan ada pepatah, “Warna paling mengerikan untuk topi pria adalah hijau.” Mengapa demikian? Ada satu cerita pada jaman Tiongkok kuno, istri seorang pedagang berselingkuh dengan seorang penjual kain. Dia membuat topi hijau untuk dipakai suaminya, dan ketika suaminya pergi berbisnis, penjual kain akan melihat topi hijau itu dan tahu bahwa dia bisa bertemu kekasihnya. Sejak saat itu, Lumaozi telah menjadi simbol seorang istri yang mengkhianati suaminya. Artikel pertama muncul di: Tionghoa Indonesia - Budaya dan Tradisi Tionghoa Indonesia Pada: Topi Hijau Dalam Budaya Tionghoa
·tionghoa.org·
Topi Hijau Dalam Budaya Tionghoa
Hal Tabu Di Meja Makan Dalam Budaya Tionghoa
Hal Tabu Di Meja Makan Dalam Budaya Tionghoa
Mangkuk Di meja makan, mangkok jangan dibalik karena jika pasien minum obat, biasanya mangkok dibolak-balik untuk menyatakan harapan agar tidak sakit dan minum obat lagi. Mengetuk mangkok dengan sumpit juga dihindari karena pengemis biasanya melakukan itu untuk mengemis, sehingga tindakan ini dianggap sebagai tanda sial. Saat memegang mangkuk, telapak tangan tidak boleh terangkat karena pengemis memulai gerakan yang sama, jadi itu tabu saat memegang mangkuk. Sumpit Meletakkan sumpit tegak di mangkuk nasi dihindari karena dalam budaya Tionghoa, ketika sembahyang pada leluhur, sumpit biasanya diletakkan tegak di atas nasi. Sepasang sumpit dihindari untuk diletakkan di dua sisi mangkuk atau cangkir karena dalam bahasa Tionghoa melambangkan “akan segera” (Hanzi:快, Pinyin: kuài), homofon dengan kata sumpit (Hanzi: 筷子, Pinyin: Kuàizi) dipisahkan,” yang menyakiti perasaan keluarga sehingga dianggap sial . Ucapan Kata-kata sial dihindari saat makan malam. Kata-kata sial di meja makan dihindari sebagai hal yang tabu, sehingga kata-kata tentang cedera, kematian, bencana penyakit dan kecelakaan dihindari untuk disebutkan saat makan. Hindari Makanan Terakhir Melewati bagian terakhir saat makan dengan orang dianggap sopan, yang berarti kamu bijaksana dan tidak egois. Pada sebagian besar kesempatan, potongan terakhir akan disimpan untuk yang lebih tua dan yang lebih tua akan memutuskan apakah akan memilikinya atau membaginya dengan orang lain. Setelah Makan Malam Mandi atau memotong rambutnya segera setelah makan malam dihindari karena ada pepatah lama dalam masyarakat Tionghoa yang berbunyi, “tidak mandi setelah makan malam; tidak memotong rambut saat mabuk” dan “jangan mencukur rambut saat kenyang.” Menyisakan makanan dihindari karena ada pepatah lama yang berbunyi, “Jika seorang anak menyisakan makan malam, dia akan menikahi istri yang jelek ketika dia dewasa”, dan “sisa makanan menyebabkan kanker”. The post Hal Tabu Di Meja Makan Dalam Budaya Tionghoa first appeared on Tionghoa Indonesia .
·tionghoa.org·
Hal Tabu Di Meja Makan Dalam Budaya Tionghoa
Pantangan Pemberian Hadiah Dalam Budaya Tionghoa
Pantangan Pemberian Hadiah Dalam Budaya Tionghoa
Karena hal-hal baik diyakini datang berpasangan, hadiah yang diberikan berpasangan (kecuali set empat) adalah yang terbaik. Saat menyiapkan hadiah, jangan membungkusnya dengan warna putih karena warna itu melambangkan kesedihan dan kemiskinan. Hadiah tertentu juga dianggap tidak menguntungkan. Misalnya, jangan pernah memberikan jam, arloji, atau arloji saku sebagai hadiah karena “mengirim jam” (Hanzi: 送钟, Pinyin: Sòng zhōng) terdengar seperti “ritual pemakaman” (Hanzi: 送终, Pinyin: Sòngzhōng). Jam dianggap melambangkan waktu yang hampir habis. Hadiah payung juga dihindari. Memberikan payung dalam bahasa Tionghoa diucapkan Songsan (Hanzi:送伞, Pinyin: Sòng sǎn), yang juga terdengar identik dengan Songsan (Hanzi: 送散, Pinyin: Sòng sǎn), yang berarti memisahkan atau membubarkan. Oleh karena itu, hindari memberi hadiah payung, juga berbagi payung dengan teman-teman kamu, terutama dalam beberapa acara yang cukup formal. Hadiah cangkir juga dianggap tabu. Cangkir dalam bahasa Tionghoa diucapkan Beizi (Hanzi: 杯子, Pinyin: Bēizi), yang pengucapannya identik dengan kesedihan dalam bahasa Tionghoa yakni Bei (Hanzi: 悲伤, Pinyin: Bēishāng), yang melambangkan sial dan tidak beruntung. Terpikir untuk memberi hadiah sepatu? Lebih baik jangan. Dalam bahasa Tionghoa, kata untuk sepatu diucapkan Xie (Hanzi: 鞋, Pinyin: xié) mirip dengan kata untuk kejahatan dalam bahasa Tionghoa yakni Xie (Hanzi: 邪, Pinyin: xié). Ini membawa nasib buruk, dan hubungan kamu dengan orang yang diberi hadiah sepatu pada akhirnya akan berakhir. Ada banyak hadiah tidak menyenangkan lainnya yang harus dihindari . Jika kamu memberikan hadiah sial secara tidak sengaja, penerima dapat memperbaikinya dengan memberi kamu koin yang mengubah hadiah menjadi barang yang telah mereka beli secara simbolis. The post Pantangan Pemberian Hadiah Dalam Budaya Tionghoa first appeared on Tionghoa Indonesia .
·tionghoa.org·
Pantangan Pemberian Hadiah Dalam Budaya Tionghoa
Pantangan Warna Dalam Budaya Tionghoa
Pantangan Warna Dalam Budaya Tionghoa
Warna memberikan corak dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi, dalam budaya Tionghoa, ada beberapa warna yang dianggap tabu. Warna apa saja ya? Hindari Warna Elegan Pada jaman Tiongkok kuno warna kuning, ungu, dan sampanye digolongkan menjadi warna yang elegan. Warna-warna ini dulunya khusus digunakan untuk keluarga kerajaan dan bangsawan, sehingga rakya biasa dilarang berpakaian dengan warna kuning, ungu, atau sampanye. Dalam masyarakat feodal Tiongkok kuno, kuning hanya digunakan untuk keluarga kerajaan dan jika rakyat biasa memakai pakaian kuning akan dipenggal. Hindari Warna Yang Merendahkan Warna hijau (Hanzi: 绿色, Pinyin: Lǜsè), hijau zamrud (Hanzi: 翠绿, Pinyin: Cuìlǜ), dan cyan/biru (Hanzi: 青色, Pinyin: Qīngsè) dianggap sebagai warna yang rendah, karena pada Dinasti Yuan, Ming, dan Qing, hanya pelacur dan gadis penyanyi yang mengenakan warna-warna ini. Hindari Warna Tidak Beruntung atau Sial Putih dan hitam dianggap sebagai warna tidak beruntung dan sial, sehingga ada pantangan dalam berpakaian dengan warna ini. Dalam pemakaman, orang memakai ban lengan hitam atau pakaian berkabung putih. Jadi di hari-hari bahagia, seperti pernikahan, ulang tahun, bulan pertama anak, tahun baru, festival, dan sebagainya, berpakaian putih atau hitam dihindari. Hindari Warna Cerah Make-up yang berlebihan dan pakaian yang indah juga lebih baik dihindari. Dalam budaya tradisional Tiongkok, orang percaya bahwa warna pakaian harus sesuai dengan usia, karier, dan perilaku orang. Wanita dengan riasan berlebihan akan terlihat genit, dan pria dengan warna cerah juga akan dianggap tidak berbobot. Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
Pantangan Warna Dalam Budaya Tionghoa