Found 2 bookmarks
Newest
Dewa Siung Ti Kung (兄弟公)
Dewa Siung Ti Kung (兄弟公)
Dewa Siung Ti Kung (Simplified: 兄弟公, Traditional: 兄弟公, Pinyin: Xiōng Dì Gōng, Hokkien: Ya Ti Kong) atau 108 Pahlawan Suci (108 Bersaudara dari Hainan) adalah para dewa pelindung laut dan biasanya dipuja bersama-sama dengan Dewi Shui Wei Sheng Niang. Mereka biasanya dipuja pada klenteng di dekat laut dan oleh para nelayan atau orang yang bekerja di bidang pelayaran. Meskipun berjumlah 108, rupang Dewa Xiong Di Gong yang diletakkan di altar biasanya hanya satu, yaitu seorang pelajar berwajah merah. Dewa Xiong Di Gong berpengaruh besar terhadap kehidupan keagamaan di Hainan. Pemujaannya tersebar bersama para imigran dari Hainan. Oleh sebab itu, pemujaan Dewa Xiong Di Gong menjadi salah satu simbol bagi suku Hainan di seluruh dunia. Altar Dewa Xiong Di Gong (兄弟公) pada foto ini berada di Klenteng Cao Fuk Miao Denpasar Bali . Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
Dewa Siung Ti Kung (兄弟公)
Klenteng Tan Seng Ong / Chen Shi Zu Miao (陳氏祖廟)
Klenteng Tan Seng Ong / Chen Shi Zu Miao (陳氏祖廟)
Klenteng Tan Seng Ong / Chen Shi Zu Miao (陳氏祖廟) / Vihara Tanda Bhakti Berlokasi di pinggir kali Krukut, tepatnya di Jl. Kemenangan III Gang 6 no 97, Blandongan, Kelenteng ini memiliki tampilan arsitektur yang unik. Klenteng Tan Seng Ong ini juga merupakan (tuan) rumah bagi sang Dewa Pelindung, Tan Seng Ong. Menurut buku Da Jiang Hao Hai Yin Hua Fung Yu, Klenteng Tan Seng Ong berdiri sejak 1756. Dibangun pasca peristiwa Geger Pecinan, suatu peristiwa sadis pembunuhan lebih dari sepuluh ribu etnis Tionghoa di Batavia oleh tentara Belanda pada saat itu. Akibatnya sebagian besar orang Tionghoa yang bermukim di Batavia dan Jawa Barat menjadi orang pelarian ke daerah sekitar Jawa Tengah dan ikut serta memberontak dan menentang Belanda. Mereka lalu bergabung dengan masyarakat suku Jawa yang juga melawan VOC dan mengobarkan Perang Sepanjang di pulau Jawa, yang berlangsung selama 4 tahun (1740-1743). Pasca peristiwa tersebut, selama beberapa tahun Batavia menjadi kota mati. Setiap hari masyarakat Tionghoa sembahyang kepada Dewata yang dibawa serta dari kampung halaman, salah satunya yaitu Tan Seng Ong. Sedikit mengenai riwayatnya, dulunya Tan Seng Ong yang kelahiran tahun 657 dan hidup sampai tahun 711 adalah seorang pejabat militer dan pendiri daerah Zhang Zou, Provinsi Fujian di Tiongkok. Beliau bernama Chen Yuan Guang, yang hidup pada jaman Dinasti Tang, masa pemerintahan Kaisar wanita Wu Ze Tian. Di Indonesia, pemujaan terhadap beliau dimulai dari kaum imigran Hokian yang bermarga Tan (Chen) yang berasal dari Zhang Zhou dan Quan Zhou, yang meninggalkan kampung halaman dan menyeberangi lautan untuk mencari mata pencaharian dan membawa serta budaya penyembahannya ke tempat pemukiman baru untuk sembahyang meminta dan berharap agar masyarakat setempat juga terlindungi, hidup selamat, harmonis dan aman sentosa. Komunitas Hokkian di Batavia pada masa itu cukup besar, mereka pada masa yang suram dan penuh derita itu ikut serta membangun Batavia dengan salah satu peninggalannya adalah Klenteng Tan Seng Ong ini. Bio Tan Seng Ong Jakarta adalah lambang, tanda dan gambaran pergulatan hidup nenek moyang Tionghoa sejak ratusan tahun lalu, dengan jerih payah menebas onak dan duri, mengatasi bencana dan musibah khususnya pasca Peristiwa Geger Pecinan dan terus bertahan hingga saat ini. Sejak tahun 2014 lalu, Klenteng Tan Seng Ong mendapatkan pengakuan khusus dari Pemerintah Indonesia melalui Pemprov DKI Jakarta, menjadikan kelenteng ini sebagai salah satu warisan sejarah dan ragamnya budaya yang bernilai di tanah air. Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
Klenteng Tan Seng Ong / Chen Shi Zu Miao (陳氏祖廟)