Siapakah Penemu Jiaozi (饺子) Pangsit Tiongkok ?
Uang Keberuntungan Tahun Baru Imlek – Yasui Qian (压岁钱)
Membagikan hongbao (Hanzi: 红包, Pinyin: hóngbāo) atau dikenal dengan uang keberuntungan tahun baru Imlek/yasui qian (Hanzi: 压岁钱, Pinyin: Yāsuìqián) adalah salah satu tradisi dalam perayaan Tahun Baru Imlek.
Orang Tionghoa menyukai warna merah karena melambangkan vitalitas, kebahagiaan, dan keberuntungan.
Orang dewasa, orang yang dituakan, atau yang sudah menikah biasanya membagikan hongbao kepada anak-anak atau mereka yang belum menikah, yang berarti membawa harapan dan keberuntungan bagi mereka.
Uang dalam hongbao hanya untuk membahagiakan anak-anak.
Makna utamanya adalah kertas amplop yang berwarna merah, karena melambangkan keberuntungan.
Oleh karena itu, tidak sopan membuka hongbao di depan para tetua yang membagikan hongbao.
Selama perayaan Tahun Baru Imlek, para tetua harus membagikan uang keberuntungan yang telah disiapkan sebelumnya kepada generasi yang lebih muda.
Dikatakan bahwa uang keberuntungan dapat menekan kejahatan, dan generasi yang lebih muda dapat menghabiskan tahun pertama dengan damai dengan uang keberuntungan.
Ada dua jenis uang keberuntungan tahun baru Imlek
Yang pertama terbuat dari tali berwarna yang dijalin menjadi bentuk naga dan diletakkan di kaki tempat tidur.
Catatan ini dapat ditemukan di Yanjing Sui Shi Ji (Hanzi: 燕京随史记, Pinyin: yàn jīng suí shǐjì).
Yang lainnya adalah yang paling umum, yang dibagikan oleh orang tua dalam amplop merah.
Uang keberuntungan ini dapat diberikan secara terbuka setelah anak-anak mengucapkan selamat tahun baru, atau dapat dengan senang hati ditempatkan di bawah bantal anak oleh orang tua ketika anak tertidur di malam tahun baru.
Orang-orang percaya bahwa uang itu dibagi untuk anak-anak.
Dan saat roh-roh jahat atau setan menyakiti anak-anak, anak-anak dapat menggunakan uang itu untuk menyuap mereka dan mengubah kejahatan menjadi keberuntungan.
Dalam puisi Uang Keberuntungan oleh Wu Manyun dari Dinasti Qing, diceritakan uang keberuntungan terkait dengan kepolosan, dan uang keberuntungan anak-anak terutama digunakan untuk membeli petasan, mainan dan permen, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk perayaan tahun baru.
Saat ini kebiasaan bagi-bagi uang keberuntungan kepada anak-anak masih berlaku.
Jumlah uang keberuntungan bervariasi dari puluhan hingga ratusan.
Uang keberuntungan ini banyak digunakan oleh anak-anak untuk membeli buku dan perlengkapan sekolah.
Mode baru telah memberikan konten baru untuk uang keberuntungan.
Asal Usul Uang Keberuntungan Tahun Baru Imlek
Dahulu kala, ada monster kecil yang sangat jahat bernama “Sui” (Hanzi:岁, Pinyin: suì).
Monster ini lahir dengan kulit hitam, tetapi tangannya sangat putih.
Monster kecil ini selalu keluar di malam tahun baru setiap tahun untuk melukai orang secara diam-diam, dan dia secara khusus menargetkan anak-anak itu.
“Sui” menunggu semua orang tertidur setelah makan makanan Tahun Baru, lalu menyelinap masuk.
Setiap kali mereka melihat anak itu tertidur, dia menyentuh kepala anak itu tiga kali dengan tangannya.
Anak-anak yang disentuhnya akan takut menangis pada saat itu, dan akan menjadi gila setelah beberapa hari.
Diceritakan ada keluarga akhirnya mendapatkan seorang anak laki-laki ketika dia berusia 50 tahun.
Karena usianya yang sudah tua, pasangan tua itu merawat anak itu dengan baik.
Pasangan tua itu sangat khawatir, takut “Sui” akan membahayakan anak mereka.
Mereka tidak punya pilihan selain menyembah dewa-dewa untuk berkah setelah makan, dan mereka tidak berani tidur dan menjaga anak mereka.
Anak psangan tua itu lalu bermain dengan kertas merah dan 8 koin tembaga.
Si anak membungkus 8 koin tembaga dengan kertas merah.
Hal ini dilakukannya berulang kali hingga dia tertidur karena kelelahan.
Pasangan tua itu tidak berani gegabah, jadi mereka menjaga anak itu.
Tiba-tiba “Sui” muncul, pasangan tua sangat takut sehingga mereka tidak bisa bergerak.
“Sui” baru saja mengulurkan tangannya ke anak itu, tetapi ketika dia menemukan kertas merah dan koin tembaga, semburan cahaya terbang ke arah “Sui”.
Monster ini berteriak dan lari.
Pasangan tua itu menemukan bahwa adalah kertas merah dan 8 koin tembaga yang menakuti “Sui”.
Anak itu aman dan sehat keesokan harinya.
Pasangan tua itu memberi tahu semua orang apa yang terjadi kemarin, dan semua orang mengikutinya.
Sejarah Perkembangan Uang Keberuntungan Tahun Baru Imlek
Dinasti Han
Uang keberuntungan yang tercatat dalam literatur yang ada pertama kali muncul pada Dinasti Han.
Uang keberuntungan yang paling awal juga disebut uang yang luar biasa, atau uang yang sangat kuat.
Uang jenis ini bukan mata uang yang beredar di pasar, tetapi barang penangkal berbentuk koin yang dibuat khusus untuk dipakai sebagai hadiah.
Koin ini pertama kali muncul di Dinasti Han, dan beberapa koin memiliki kata-kata di bagian depan dan berbagai kata keberuntungan, seperti “Hidup selama seribu tahun”, “Kedamaian di dunia”, “Hapus kejahatan dan hilangkan kejahatan”, dll.
Ada berbagai pola, seperti naga dan burung phoenix, kura-kura dan ular, ikan, pedang, bintang dan sebagainya.
Dinasti Tang
Ada kebiasaan “menghabiskan uang” selama Tahun Baru di Dinasti Tang, tetapi dikatakan bahwa kebiasaan beribadah hanya berlaku di istana dan belum populer di kalangan masyarakat.
Dinasti Ming dan Qing
Sebagian besar uang keberuntungan diberikan kepada anak-anak dengan tali merah.
Republik Tiongkok
Sesepuh membungkus 100 koin tembaga wen dengan kertas merah sebagai uang keberuntungan untuk diberikan kepada anak-anak, dengan arti “umur panjang dan umur seratus tahun”.
Setelah mata uang diubah menjadi uang kertas, para tetua suka menggunakan uang baru dengan angka berurutan sebagai uang keberuntungan, yang berarti keberuntungan dan promosi.
1950-an
Sistem mata uang diubah, dan uang keberuntungan mulai diberikan dalam lima sen dan satu sen, dan perlu untuk mengucapkan tahun baru untuk mendapatkannya.
1960-an
Pada saat itu sebagian besar rumah tangga berada dalam kondisi keuangan yang buruk, permen merupakan barang langka.
Para orang tua menggunakan beberapa potong permen alih-alih sebagai uang keberuntungan untuk membuat seluruh keluarga menjadi sangat manis.
1970-an
Situasi ekonomi pada tahap awal masih tidak terlalu baik, tetapi uang keberuntungan benar-benar uang.
Kebanyakan anak-anak yang memberikan ucapan selama Tahun Baru bisa mendapatkan lima hingga sepuluh yuan uang Tahun Baru.
1980-an
Perbaikan situasi ekonomi negara sebanding dengan jumlah uang keberuntungan.
Orang-orang di kota sering memberi anak-anak mereka banyak uang, puluhan hingga ratusan yuan.
Mereka mengemasnya dalam amplop merah sebagai hadiah.
1990- an
Uang keberuntungan sudah tidak jarang lagi.
Anak-anak bisa mendapatkan banyak uang, mencapai ratusan hingga ribuan yuan.
Ada yang disimpan oleh orang tua, disimpan di bank, dan untuk dibelanjakan sendiri.
Awal abad ke-21
Dengan membaiknya kondisi ekonomi, makna tradisional uang keberuntungan secara bertahap menjadi tidak berbentuk.
Orang dewasa berjuang untuk memberikan uang keberuntungan, dan anak-anak juga mulai mendapatkan lebih banyak, bahkan bisa mencapai ratusan ribu yuan.
Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
Lapangan Glodok & Gong Xi Fa Cai
Kawasan Pintu Kecil (dulu bernama Pintoe Ketjil) tidak jauh dari kawasan Pecinan Glodok semasa Batavia
Kehadiran etnis Tionghoa di Kota Batavia tidak hanya membuat roda perekonomian di kota ini menjadi berputar tetapi juga ikut memberi warna tersendiri bagi sebuah kota yang dibangun Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen.
Jan Pieterszoon Coen adalah Gubernur Jenderal wilayah kongsi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang keempat dan keenam. Pada masa jabatan pertama ia memerintah pada 1619–1623 dan untuk masa jabatan yang kedua berlangsung pada 1627–1629.
Salah satu warna tersendiri yang hingga kini terus melekat adalah tradisi perayaan yang dilaksanakan oleh penduduk Kota Batavia keturunan Tionghoa.
Suasana Imlek
Setiap ada perayaan, sudut-sudut Kota Batavia menjadi lebih semarak. Keramaian tersebut semakin terasa di sebuah lapangan yang dinamakan Glodok Plein alias lapangan Glodok.
Lampu menyala terang-benderang. Warna-warna terpancar di setiap sudut. Lapangan yang berlokasi di kawasan Pecinan Glodok tersebut menjadi lebih meriah.
Untuk merayakan Tahun Baru Imlek (Sin Cia), penduduk di kawasan Pecinan melakukan pelbagai persiapan. Banyak pula penduduk Kota Batavia yang non-Tionghoa yang ikut berbaur untuk melakukan persiapan perayaan tersebut. Mereka berbaur merayakan tradisi turun-temurun etnis Tionghoa tersebut.
Salah satunya adalah Mat Pitak, seorang pegawai partikelir di bilangan Gang Lo Soe Fan di daerah Patekoan (kini masuk wilayah Jakarta Kota). Mat Pitak yang Betawi asli tersebut selalu membantu mempersiapkan penyambutan Tahun Baru Imlek (Sin Cia). Ia mengucapkan selamat dengan datangnya musim semi (cun) dan biarlah murah rezeki dan panjang umur.
Etnis Tionghoa sangat menantikan Tahun Baru Imlek (Sin Cia) dengan harapan bisa mendapat rezeki yang banyak dan berumur panjang.
Warna-warni Kue Apam
Setiap Tahun Baru Imlek tiba, tidak akan afdol tanpa kehadiran pelbagai makanan yang bisa dibilang sebagai sajian wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Salah satunya adalah kue keranjang yang diartikan sebagai kecukupan dan kekal dalam keluarga.
Kue keranjang
Selain itu, juga harus ada teh-liauw atau manisan yang menjadi simbol penghidupan yang manis dan lancar. Semuanya itu kemudian dilengkapi dengan kehadiran kue apam yang bagi tradisi Tionghoa diperlambangkan sebagai pengharapan. Artinya, segala apa yang mulanya kecil, lama-kelamaan menjadi besar dan berbunga-bunga kemerah-merahan seperti bagian permukaan kue apam tersebut.
Sumber: www.sinarharapan.co/metropolitan/read/32292/glodok_plein__kue_apam_dan__gong_xi_fa_cai_