Found 2 bookmarks
Custom sorting
4 Syarat Memberikan Angpao Saat Perayaan Tahun Baru Imlek
4 Syarat Memberikan Angpao Saat Perayaan Tahun Baru Imlek
Sumber: Etsy Dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa, angpao (Hanzi: 红包 , Pinyin: hóngbāo) adalah amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang, sebagai tradisi perayaan tahun baru Imlek. Karena sejarah angpao yang sarat akan tradisi, maka pemberian angpao tidak boleh sembarangan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Apa saja syaratnya, simak info berikut ya…. 1. Hindari Angka 4 Dalam tradisi Tionghoa, angka 4 (Hanzi: 四, Pinyin: sì) seringkali disebut sebagai angka yang perlu dihindari karena pengucapannya dalam bahasa Tionghoa sama dengan kata “mati” (Hanzi: 死, Pinyin: sǐ). Maka, jumlah uang dalam angpao tidak boleh mengandung angka empat seperti misalnya Rp40.000, Rp400.000 dan sebagainya. 2. Tidak Boleh Ganjil Selain angka 4, jumlah uang juga sebaiknya jangan berjumlah angka ganjil karena angka ganjil kerap disebut sebagai angka sial. Disarankan berjumlah angka genap seperti angka 8 karena angka 8 dianggap sebagai angka yang membawa keberuntungan dan kemakmuran. 3. Penerima Angpao Angpao biasanya diberikan kepada anak-anak. Namun, seorang anak yang sudah menikah juga wajib memberikan kepada orang tuanya. Selain itu, anak yang sudah dewasa dan mapan tapi belum menikah masih bisa menerima angpao. 4. Tulisan Pada Angpao Pada angpao biasanya terdapat tulisan-tulisan. Tulisan yang tertera pada angpao memiliki makna keberuntungan, kemakmuran, kebahagiaan, panjang umur, dan kesehatan. Kata-kata tersebut adalah doa dan harapan yang baik untuk tahun yang baru.   Itulah 4 syarat memberikan angpao sebagai tradisi saat perayaan Tahun Baru Imlek. Jangan sampai terlewatkan ya. Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
4 Syarat Memberikan Angpao Saat Perayaan Tahun Baru Imlek
Lapangan Glodok & Gong Xi Fa Cai
Lapangan Glodok & Gong Xi Fa Cai
Kawasan Pintu Kecil (dulu bernama Pintoe Ketjil) tidak jauh dari kawasan Pecinan Glodok semasa Batavia Kehadiran etnis Tionghoa di Kota Batavia tidak hanya membuat roda perekonomian di kota ini menjadi berputar tetapi juga ikut memberi warna tersendiri bagi sebuah kota yang dibangun Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen. Jan Pieterszoon Coen adalah Gubernur Jenderal wilayah kongsi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang keempat dan keenam. Pada masa jabatan pertama ia memerintah pada 1619–1623 dan untuk masa jabatan yang kedua berlangsung pada 1627–1629. Salah satu warna tersendiri yang hingga kini terus melekat adalah tradisi perayaan yang dilaksanakan oleh penduduk Kota Batavia keturunan Tionghoa. Suasana Imlek Setiap ada perayaan, sudut-sudut Kota Batavia menjadi lebih semarak. Keramaian tersebut semakin terasa di sebuah lapangan yang dinamakan Glodok Plein alias lapangan Glodok. Lampu menyala terang-benderang. Warna-warna terpancar di setiap sudut. Lapangan yang berlokasi di kawasan Pecinan Glodok tersebut menjadi lebih meriah. Untuk merayakan Tahun Baru Imlek (Sin Cia), penduduk di kawasan Pecinan melakukan pelbagai persiapan. Banyak pula penduduk Kota Batavia yang non-Tionghoa yang ikut berbaur untuk melakukan persiapan perayaan tersebut. Mereka berbaur merayakan tradisi turun-temurun etnis Tionghoa tersebut. Salah satunya adalah Mat Pitak, seorang pegawai partikelir di bilangan Gang Lo Soe Fan di daerah Patekoan (kini masuk wilayah Jakarta Kota). Mat Pitak yang Betawi asli tersebut selalu membantu mempersiapkan penyambutan Tahun Baru Imlek (Sin Cia). Ia mengucapkan selamat dengan datangnya musim semi (cun) dan biarlah murah rezeki dan panjang umur. Etnis Tionghoa sangat menantikan Tahun Baru Imlek (Sin Cia) dengan harapan bisa mendapat rezeki yang banyak dan berumur panjang. Warna-warni Kue Apam Setiap Tahun Baru Imlek tiba, tidak akan afdol tanpa kehadiran pelbagai makanan yang bisa dibilang sebagai sajian wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Salah satunya adalah kue keranjang yang diartikan sebagai kecukupan dan kekal dalam keluarga. Kue keranjang Selain itu, juga harus ada teh-liauw atau manisan yang menjadi simbol penghidupan yang manis dan lancar. Semuanya itu kemudian dilengkapi dengan kehadiran kue apam yang bagi tradisi Tionghoa diperlambangkan sebagai pengharapan. Artinya, segala apa yang mulanya kecil, lama-kelamaan menjadi besar dan berbunga-bunga kemerah-merahan seperti bagian permukaan kue apam tersebut. Sumber: www.sinarharapan.co/metropolitan/read/32292/glodok_plein__kue_apam_dan__gong_xi_fa_cai_
·tionghoa.org·
Lapangan Glodok & Gong Xi Fa Cai