Found 5 bookmarks
Custom sorting
Kumpulan Ucapan Selamat Festival Perahu Naga
Kumpulan Ucapan Selamat Festival Perahu Naga
1. 偶尔的繁忙, Ǒu’ěr de fánmáng 不代表遗忘; bù dàibiǎo yíwàng; 夏日的到来, xià rì de dàolái, 愿你心情舒畅, yuàn nǐ xīnqíng shūchàng, 曾落下的问候, céng luòxià de wènhòu, 这一刻一起补偿, zhè yīkè yīqǐ bǔcháng, 所有的关心, suǒyǒu de guānxīn, 凝聚这条短信, níngjù zhè tiáo duǎnxìn, 祝端午节快乐! zhù duānwǔ jié kuàilè! Kesibukan sesekali tidak berarti melupakan, Musim panas telah tiba, Semoga selalu dalam suasana hati yang baik, Salam ini disampaikan, Untuk momen kebersamaan, Penuh dengan perhtaian dan kepedulian, Selamat Festival Perahu Naga! 2. 糯米是粘粘的思念, Nuòmǐ shì zhān zhān de sīniàn, 棕叶是清凉的装束, zōng yè shì qīngliáng de zhuāngshù, 龙舟是吉祥的快递, lóngzhōu shì jíxiáng de kuàidì, 香囊是快乐的包裹, xiāng náng shì kuàilè de bāoguǒ, 端午炎热的天气, duānwǔ yánrè de tiānqì, 已被欢乐屏蔽, yǐ bèi huānlè píngbì 你当然乐不思“暑”! nǐ dāngrán lè bù sī “shǔ”! 祝端午节快乐! zhù duānwǔ jié kuàilè! Beras ketan adalah pikiran yang lengket, Daun lontar adalah pakaian yang sejuk, Perahu naga adalah kurir pembawa keberuntungan, Bungkusan wewangian adalah paket bahagia, Cuaca panas Festival Perahu Naga telah diliputi oleh kegembiraan, Tentu saja sudah tidak ingin memikirkan “musim panas” lagi! Selamat Festival Perahu Naga! 3. 好酒清清淡淡, Hào jiǔ qīng qīng dàndàn, 越久越醇; yuèjiǔ yuè chún; 好朋友简简单单, hǎo péngyǒu jiǎn jiǎndān dān, 越久越真; yuèjiǔ yuè zhēn; 好缘份久久长长, hǎo yuán fèn jiǔjiǔ cháng cháng, 地老天荒。 dìlǎotiānhuāng. 真诚的友谊叫人终身难忘, Zhēnchéng de yǒuyì jiào rén zhōngshēn nánwàng, 祝端午节快乐! zhù duānwǔ jié kuàilè! Anggur yang baik jernih dan ringan, Makin lama makin murni; Teman yang baik itu sederhana, Makin lama makin akrab; Nasib baik selamanya, Persahabatan yang tulus tidak akan terlupakan seumur hidup. Selamat Festival Perahu Naga! Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
Kumpulan Ucapan Selamat Festival Perahu Naga
Tradisi Festival Perahu Naga
Tradisi Festival Perahu Naga
Festival Perahu Naga merupakan salah satu dari festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. Dalam bahasa Tionghoa, Festival Perahu Naga disebut sebagai Duanwu Jie (Hanzi: 端午节, Pinyin: Duānwǔ jié). Orang-orang menggunakan kalender lunar untuk merayakan festival dalam budaya Tiongkok. Festival Perahu Naga selalu jatuh pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan lunar. Oleh karena itu, untuk tahun 2022, Festival Perahu Naga jatuh pada tanggal 3 Juni 2022. Tradisi yang dilakukan saat perayaan festival perahu naga adalah balap perahu naga, makan bakcang (zongzi), menggantung mugwort dan calamus, minum anggur realgar, dan memakai kantong parfum. Balap Perahu Naga Balap perahu naga adalah kegiatan terpenting dari Festival Perahu Naga. Kegiatan ini berasal dari legenda orang mendayung di atas perahu untuk mencari tubuh penyair patriotik Qu Yuan (Hanzi: 屈原, Pinyin: Qūyuán) (343–278 SM), yang menenggelamkan dirinya di Sungai Miluo (Hanzi: 汨罗河, Pinyin: Mìluó hé). Ada juga yang meyakini bahwa balap perahu naga sudah ada sejak 2.000 tahun yang lalu. Waktu itu balap perahu naga adalah cara untuk menyembah Dewa Naga atau Dewa Air. Perahu kayu itu dibentuk dan didekorasi dengan bentuk naga. Ukuran perahu bervariasi menurut wilayah dan biasanya membutuhkan 30–60 orang untuk mendayungnya. Selama perlombaan, tim perahu naga mendayung dengan serasi dan besemangat, diiringi dengan suara tabuhan genderang. Dikatakan bahwa tim pemenang akan memiliki keberuntungan dan kehidupan yang bahagia di tahun berikutnya. Makan Bakcang Pada perayaan Festival Perahu Naga, tradisi penting bagi orang Tionghoa adalah makan Bakcang/Zongzi (hanzi: 粽子, Pinyin: Zòngzi). Zongzi merupakan makanan tradisional Tiongkok yang terbuat dari beras ketan, dibungkus dengan daun bambu dan didalamnya terdapat aneka isian yang nikmat. Alasan mengapa orang Tionghoa makan bakcang saat Festival Perahu Naga berhubungan dengan cerita populer tentang Qu Yuan. Setelah penyair besar Qu Yuan menenggelamkan dirinya di sungai, orang-orang menaburkan beras ke dalam air untuk memberi makan ikan, untuk mencegah mereka memakan tubuh Qu Yuan. Zongzi dibuat secara berbeda di berbagai daerah di Tiongkok. Orang-orang di utara menikmati zongzi dengan kurma, sementara orang-orang di selatan lebih suka bahan-bahan campuran, seperti daging, sosis, dan telur. Kebiasaan ini tidak hanya sangat populer di Tiongkok, tetapi juga dipraktikkan di negara-negara lain di Asia Tenggara. Menggantung Mugwort dan Calamus Festival Perahu Naga diadakan pada awal musim panas ketika penyakit lebih banyak menyerang. Daun mugwort digunakan sebagai obat di Tiongkok untuk memerangi penyakit tersebut. Aroma mereka menghalangi lalat dan nyamuk. Calamus adalah tanaman air yang memiliki efek serupa. Karena bentuk daun calamus seperti pedang dan karena baunya yang kuat, calamus dipercaya dapat mengusir hama dan roh jahat. Jadi, Festival Perahu Naga juga disebut “Festival Calamus” (Hanzi: 菖蒲节, Pinyin: Chāngpú Jié). Pada hari kelima bulan kelima penanggalan lunar, orang biasanya membersihkan rumah, halaman, dan menggantung mugwort dan calamus di ambang pintu untuk mencegah penyakit. Juga dikatakan menggantung mugwort dan calamus dapat membawa keberuntungan bagi keluarga. Minum Anggur Realgar Ada pepatah lama: ‘Minum anggur realgar mengusir penyakit dan kejahatan!’ Anggur Realgar adalah minuman beralkohol Tiongkok yang terdiri dari sereal yang difermentasi dan bubuk realgar (arsenik sulfida seperti rubi). Pada jaman kuno, orang percaya bahwa realgar adalah penangkal semua racun, dan efektif untuk membunuh serangga dan mengusir roh jahat. Jadi, semua orang akan minum anggur realgar selama Festival Perahu Naga. Mengenakan Kantung Parfum Sebelum Festival Perahu Naga tiba, para orang tua biasanya menyiapkan kantong parfum untuk anak-anaknya. Mereka menjahit tas kecil dengan kain sutra warna-warni, mengisi tas dengan parfum atau obat-obatan herbal, dan kemudian mengikatnya dengan benang sutra. Selama Festival Perahu Naga, kantong parfum digantungkan di leher anak-anak atau diikat di bagian depan pakaian sebagai hiasan. Kantong parfum dikatakan untuk melindungi mereka dari kejahatan. Melukis Dahi Anak dengan Anggur Realgar Tradisi Festival Perahu Naga populer lainnya adalah mengecat dahi anak-anak dengan anggur realgar. Orang tua akan melukis karakter Tionghoa ‘王’ (wang, secara harfiah berarti ‘raja’) menggunakan anggur realgar. ‘王’ terlihat seperti empat garis di dahi harimau. Dalam budaya Tionghoa, harimau mewakili prinsip maskulin di alam dan merupakan raja dari semua binatang. Kegiatan ini dipercaya dapat mengusir makhluk-makhluk beracun dan menjauhkan penyakit dan hal-hal jahat. Selain di dahi, anggur realgar juga dioleskan di hidung, telinga, atau bagian tubuh lainnya. Mengikat Benang Sutra Lima Warna Di beberapa daerah di Tiongkok, pada hari Festival Perahu Naga, orang tua menjalin benang sutra lima warna dan mengenakannya di pergelangan tangan anak-anak mereka. Lima warna itu adalah hijau, merah, putih, hitam, dan kuning. Lima warna ini adalah warna keberuntungan di Tiongkok kuno. Orang-orang percaya bahwa ini akan membantu menjauhkan roh jahat dan penyakit. Meletakkan telur dalam posisi berdiri Pada pukul 12:00 siang pada hari Festival Perahu Naga, ada acara besar untuk semua orang di komunitas Tionghoa. Acara seru ini adalah meletakkan telur dalam posisi berdiri pada siang hari pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan lunar. Menurut tradisi, ini adalah hari dan waktu terbaik dalam setahun untuk melakukannya. Jika kamu melakukannya pada siang hari di Festival Perahu Naga, kamu akan memiliki keberuntungan terbaik untuk tahun ini. Secara ilmiah, ini adalah waktu termudah untuk meletakkan telur dalam posisi berdiri karena pada tanggal ini dekat dengan titik balik matahari musim panas. Pada hari Festival Perahu Naga, pada siang hari, gravitasi antara matahari dan bumi yang menarik satu sama lain adalah yang paling kuat. Itulah mengapa meletakkan telur dalam posisi berdiri menjadi lebih mudah. Kegiatan tradisional lainnya termasuk menggantung ikon Zhong Kui (sosok penjaga mitos), mandi di air herbal, merebus bawang putih, dan banyak lagi. Semua kegiatan ini diyakini dapat menjauhkan penyakit atau kejahatan, sambil meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
Tradisi Festival Perahu Naga
Kronologi Asal Usul Perayaan Festival Perahu Naga (端午节)
Kronologi Asal Usul Perayaan Festival Perahu Naga (端午节)
Festival Perahu Naga (Hanzi: 端午节, Pinyin: Duānwǔ jié) adalah salah satu festival paling kuno di Tiongkok. Tidak hanya di Tiongkok, tetapi juga di seluruh dunia, dengan sejarah lebih dari 2000 tahun. Hampir setiap orang Tionghoa mengetahui beberapa cerita tentang Festival Perahu Naga, yang menunjukkan bahwa festival tradisional ini telah mengakar kuat di benak masyarakat. Berikut adalah kronologi asal usul festival perahu naga. Kegiatan Penyembahan Totem (1,7 juta tahun yang lalu – abad ke-21 SM) Naga, makhluk imajiner, selalu menjadi totem bagi Tiongkok kuno, dan orang-orang di daerah Wuyue kuno ( sekarang adalah Propinsi Jiangsu dan Zhejiang,Tiongkok bagian tenggara) akan menyembah totem pada hari kelima bulan lunar kelima di Jaman Prasejarah (1,7 juta tahun lalu – abad ke-21 SM). Orang-orang membuat perahu dengan kepala dan ekor naga, dan mengadakan permainan hiburan. Pada saat itu, gambar naga dikaitkan erat dengan hari kelima bulan kelima lunar, di mana Festival Perahu Naga dirayakan. Inilah sejarah Festival Perahu Naga paling awal. Hari Jahat sebelum Periode Negara-Negara Berperang (Sebelum 476 SM) Dalam sejarah Tiongkok kuno sebelum Periode Negara-Negara Berperang, hari kelima bulan lunar kelima secara luas dianggap sebagai hari yang jahat, yang dapat membawa penyakit dan bencana. Pada hari itu, semua binatang dan serangga beracun akan keluar, seperti ular, kalajengking, dan kelabang. Diyakini bahwa orang yang lahir pada hari itu juga akan menyebabkan kemalangan bagi orang tua mereka. Oleh karena itu, orang menggantung daun calamus (jeringau) dan mugwort (daun baru Tiongkok) di kusen pintu untuk mengusir roh jahat, dan mandi air ramuan untuk mencegah penyakit kulit. Calamus / Jeringau Mugwort / Daun Baru Tiongkok Kisah Asal tentang Penasihat Negara Wu Zixu (伍子胥) (559 – 484 SM) Di beberapa tempat di Propinsi Jiangsu dan Zhejiang, sejarah Festival Perahu Naga berasal dari kisah Wu Zixu (Hanzi: 伍子胥, Wǔ Zixū) pada Periode Musim Semi dan Musim Gugur (770 – 476 SM). Wu Zixu adalah seorang negarawan yang setia kepada kedaulatannya, berasal dari negara bagian Chu. Ayahnya pernah menjadi guru kerajaan, dan akibat laporan palsu tentang plot pemberontakan, ayah dan kakak lali-laki Wu Zixu dibunuh. Dia bersedih, lalu pindah ke Kerajaan Wu dan membantu Raja berperang melawan Raja Chu. Bantuannya meletakkan landasan pencapaian yang dicapai oleh Negara Bagian Wu, lagi-lagi dia dijebak oleh orang jahat kemudian dipaksa untuk bunuh diri dan mayatnya dibuang pada hari kelima bulan kelima lunar. Untuk mengukir kesetiaan dan semangatnya, orang-orang menetapkan hari tersebut untuk menghormatinya. Memperingati Penyair Patriotik Qu Yuan (屈原) (340 – 278 SM) Di antara semua asal-usul Festival Perahu Naga, kisah legenda tentang Qu Yuan (Hanzi: 屈原, Pinyin: Qūyuán) adalah yang paling populer, yang secara luas dianggap sebagai asal mula yang sebenarnya. Qu Yuan adalah seorang penyair patriotik yang luar biasa serta politisi di akhir Periode Negara-Negara Berperang. Setelah menyaksikan keruntuhan negaranya, Negara Bagian Chu, dia tidak mau menyerahkan dirinya ke negara lain. Oleh karena itu, ia bunuh diri dengan tenggelam di Sungai Miluo pada hari kelima bulan kelima lunar. Mendengar berita menyedihkan itu, orang-orang berlayar dengan perahu untuk menyelamatkan tubuhnya. Untuk mencegah mayatnya digigit ikan, orang-orang juga melemparkan Zongzi (bakcang) (Hanzi: 粽子, Pinyin: Zòngzi) untuk memberi makan makhluk-makhluk itu ke dalam air. Anggur realgar juga dituangkan ke sungai untuk mengusir ikan. Secara bertahap balap perahu naga dan bakcang (nasi ketan yang dibungkus dengan bentuk piramida menggunakan bambu atau daun alang-alang), diturunkan dari generasi ke generasi sebagai tradisi. Legenda Putri Berbakti Cao E (曹娥) (130 – 143 M) Menurut legenda, Cao E (Hanzi: 曹娥, Pinyin: Cáo é) (130-143) adalah penduduk asli Caojiabao, Kotapraja Zaohu, Shangyu (sekarang Shaoxing, Zhejiang), tinggal di Dinasti Han Timur (23-220 M). Cao E (130-143) adalah penduduk asli Caojiabao, Kotapraja Zaohu, Shangyu (sekarang Shaoxing, Zhejiang). Dia menjalani kehidupan yang keras bersama ayahnya di sebuah desa nelayan. Setelah hujan turun pada hari kelima bulan lunar kelima, ayah Cao E ingin mengambil kesempatan untuk memancing di Sungai Shunjiang. Meskipun berbahaya dengan banjir, lelaki tua itu bersikeras untuk pergi. Cao E khawatir tentang keselamatan ayahnya, menunggu di rumah dengan cemas. Sampai matahari terbenam, ayahnya masih belum kembali. Cao E pergi ke pematang sungai untuk mencari ayahnya untuk waktu yang lama, tetapi dia gagal menemukan apa pun. Tetangga membujuknya untuk menyerah, tetapi dia tidak terpengaruh, menangis dan berteriak di sepanjang sungai. Akhirnya, dia melihat ayahnya berguling-guling di ombak, seolah-olah masih hidup. Dia melompat ke sungai dan mengejar ayahnya. Setelah beberapa hari, penduduk desa setempat menemukan Cao E, dengan ayahnya di punggungnya, keduanya tewas di sungai. Diyakini bahwa hati berbakti Cao E menggerakkan kehendak Tuhan, jadi bahkan dia meninggal, dia masih bisa menemukan tubuh ayahnya. Kemudian, orang-orang membangun kuil untuk mengenang kesalehannya, dan hari kelima bulan lunar kelima juga digunakan untuk menandai kebesarannya. Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
Kronologi Asal Usul Perayaan Festival Perahu Naga (端午节)
Sejarah dan Warna Baju Pernikahan Tiongkok
Sejarah dan Warna Baju Pernikahan Tiongkok
Sejarah baju pernikahan lebih pendek dari sejarah pernikahan, dan bahkan lebih pendek dari sejarah pernikahan. Sebuah mitos Tiongkok kuno berisi salah satu referensi tertua yang diketahui tentang pakaian semacam itu, dan kira-kira seperti informasi berikut ini. Dahulu kala, di sebuah negara hijau dan berkabut di pusat dunia, hiduplah seekor anjing pintar yang juga seekor naga. Secara alami, dia belum menikah. Anjing naga ini, bernama Panhu, adalah pelayan seorang kaisar, yang berperang dengan seorang jenderal yang suka bertengkar. Suatu hari, kaisar menyatakan bahwa siapa pun yang dapat membawakannya kepala musuhnya akan dinikahkan dengan putrinya. Panhu bukanlah seorang laki-laki, tetapi karena setia dan berani, dia berjanji untuk menjadi satu setelah menaklukkan musuh sehingga dia bisa menikahi sang putri. Dia berhasil, berubah menjadi bentuk manusia, dan bertunangan dengan putri kaisar. Untuk memastikan bahwa persatuan itu beruntung, permaisuri mendandani sang putri dengan gaun phoenix yang indah dan mahkota phoenix, dan Panhu membawa pengantinnya untuk tinggal di pegunungan selatan. Mereka bahagia dan memiliki banyak anak. Ketika tiba saatnya bagi putri mereka sendiri untuk menikah, seekor phoenix asli terbang keluar dari gunung dan menghadiahkan gadis itu gaun phoenix berwarna-warni sebagai miliknya. Warna baju pernikahan di Tiongkok Tiongkok mungkin menjadi tempat pertama di mana pengantin wanita diharapkan mengenakan warna tertentu. Selama pemerintahan Dinasti Zhou sekitar tiga ribu tahun yang lalu, pengantin wanita dan pengantin pria keduanya mengenakan jubah hitam sederhana dengan hiasan merah, dikenakan di atas pakaian dalam putih yang terlihat. Mengenakan warna dan desain tertentu tidak disediakan untuk pernikahan. Penguasa Zhou melembagakan undang-undang pakaian ketat yang menentukan apa yang bisa dikenakan, oleh siapa, dan kapan, berdasarkan profesi, kasta sosial, jenis kelamin, dan kesempatan. Aturan-aturan ini masih berlaku pada awal Dinasti Han, sekitar 200 SM, ketika pengantin masih sama-sama mengenakan pakaian hitam. Dinasti Han konon kurang ketat dalam menegakkan aturan pakaian, tetapi tetap menetapkan bahwa warna-warna tertentu dikenakan pada waktu-waktu tertentu dalam setahun. Yaitu warna hijau di musim semi, merah di musim panas, kuning di musim gugur, dan hitam di musim dingin. Pada abad ketujuh, pada masa pemerintahan Dinasti Tang, dengan peraturan pakaian yang semakin dilonggarkan, menjadi mode bagi pengantin wanita untuk mengenakan pakaian hijau ke pernikahan mereka. Mungkin sebagai bentuk penerimaan pada pakaian musim semi dari periode Dinasti Han sebelumnya. Sementara pengantin pria mereka biasanya mengenakan warna merah. Tatanan sosial yang lebih santai menyebabkan mode yang lebih beragam dan eksperimental, dengan wanita mengenakan gaun pendek dan bahkan pakaian pria tradisional dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dinasti Tang memerintah selama periode banyak imigrasi dan pengaruh budaya yang mengalir dari Tiongkok ke Jepang dan semenanjung Korea, dan pengaruh mode dari periode Tang masih dapat dilihat di beberapa mode pengantin tradisional Jepang dan Korea hari ini, baik dalam warna. dan dalam bentuk. Sumber: daily.jstor.org, baidu.com Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
Sejarah dan Warna Baju Pernikahan Tiongkok