Found 2 bookmarks
Custom sorting
Pantangan Warna Dalam Budaya Tionghoa
Pantangan Warna Dalam Budaya Tionghoa
Warna memberikan corak dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi, dalam budaya Tionghoa, ada beberapa warna yang dianggap tabu. Warna apa saja ya? Hindari Warna Elegan Pada jaman Tiongkok kuno warna kuning, ungu, dan sampanye digolongkan menjadi warna yang elegan. Warna-warna ini dulunya khusus digunakan untuk keluarga kerajaan dan bangsawan, sehingga rakya biasa dilarang berpakaian dengan warna kuning, ungu, atau sampanye. Dalam masyarakat feodal Tiongkok kuno, kuning hanya digunakan untuk keluarga kerajaan dan jika rakyat biasa memakai pakaian kuning akan dipenggal. Hindari Warna Yang Merendahkan Warna hijau (Hanzi: 绿色, Pinyin: Lǜsè), hijau zamrud (Hanzi: 翠绿, Pinyin: Cuìlǜ), dan cyan/biru (Hanzi: 青色, Pinyin: Qīngsè) dianggap sebagai warna yang rendah, karena pada Dinasti Yuan, Ming, dan Qing, hanya pelacur dan gadis penyanyi yang mengenakan warna-warna ini. Hindari Warna Tidak Beruntung atau Sial Putih dan hitam dianggap sebagai warna tidak beruntung dan sial, sehingga ada pantangan dalam berpakaian dengan warna ini. Dalam pemakaman, orang memakai ban lengan hitam atau pakaian berkabung putih. Jadi di hari-hari bahagia, seperti pernikahan, ulang tahun, bulan pertama anak, tahun baru, festival, dan sebagainya, berpakaian putih atau hitam dihindari. Hindari Warna Cerah Make-up yang berlebihan dan pakaian yang indah juga lebih baik dihindari. Dalam budaya tradisional Tiongkok, orang percaya bahwa warna pakaian harus sesuai dengan usia, karier, dan perilaku orang. Wanita dengan riasan berlebihan akan terlihat genit, dan pria dengan warna cerah juga akan dianggap tidak berbobot. Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
Pantangan Warna Dalam Budaya Tionghoa
Angka Dalam Budaya Tionghoa
Angka Dalam Budaya Tionghoa
Angka sering digunakan dalam komunikasi verbal dalam kehidupan sehari-hari. Selama proses menggunakannya, angka-angka tersebut diyakini tidak dapat diprediksi, sehingga mereka dianggap memiliki beberapa atribut suci dalam budaya Tionghoa. Jadi dalam pandangan orang Tionghoa, angka bisa menjadi keberuntungan atau sial. Angka Tabu atau Angkat Sial Tabu berarti hal yang harus dilarang atau dikecualikan dari penggunaan atau praktik, yang merupakan produk masyarakat dan budaya. Saat memberikan hadiah atau merayakan pernikahan atau ulang tahun, angka ganjil harus dihindari karena tidak sesuai dengan keinginan bahwa “kebahagiaan datang dua kali lipat.” Namun, ketika memberikan hadiah untuk pasien atau memberikan hadiah di pemakaman, angka genap harus dihindari karena tidak ada yang mengharapkan “kemalangan datang dua kali”. Pengucapan angka 3 yakni San (Hanzi: 三, Pinyin: Sān), memiliki kemiripan dengan pengucapan San (Hanzi: 散, Pinyin: Sàn) yang artinya terpisah, sehingga saat merayakan ulang tahun atau memilih tanggal pernikahan, orang cenderung menghindari tanggal yang berhubungan dengan angka 3. Selain itu, saat mengirim hadiah ulang tahun atau hadiah pernikahan, angka 3 harus dihindari. Angka 4 dalam bahasa Tionghoa dibaca Si (Hanzi: 四, Piynyin: Sì) memiliki pengucapan yang mirip dengan kata kematian dalam bahasa Tionghoa yakni Si (Hanzi: 死, Piynyin: Sǐ), yang berarti sial, sehingga ketika memilih nomor rumah, nomor mobil, nomor telepon, dan nomor ponsel, angka 4 selalu dihindari. Dalam bahaa Tionghoa angka 5 diucapkan Wu (Hanzi: 五, Pinyin: Wǔ) memiliki pengucapan yang mirip dengan Wu dalam bahasa Tionghoa yang artinya tidak ada (Hanzi: 无, Pinyin: Wú), sehingga kegiatan pada tanggal yang terkait dengan angka 5 sering dihindari karena dianggap sial. Lahir pada tanggal lima bulan lima kalender lunar, sering seringkali tidak disukai. Dikatakan bahwa dalam pandangan orang dahulu, bulan lima dalam kalender lunar adalah hari jahat di bulan jahat. Jadi itu hari terburuk dalam setahun. Bahkan anak-anak yang lahir pada hari ini akan dianggap merugikan orang tuanya, sehingga orang tua menelantarkan anak itu atau mengubah hari kelahiran bayinya. Dahulu ada aturan Qichu (Hanzi: 七出, Pinyin: Qī chū) yang merupakan tujuh alasan cerai yang ditujukan untuk wanita. Jika mereka melakukan tujuh dosa, suami mereka akan menceraikan mereka. Oleh karena itu ketika orang menikahkan anak perempuan, angka 7 selalu berusaha dihindari. Di beberapa tempat, usia 36 tahun juga dihindari, karena dianggap sebagai hal yang tabu. Ada pepatah lama yang berbunyi seperti ini, “Ketika seseorang berusia 36 tahun, dia akan tersandung dan jatuh. Seseorang yang berusia 36 tahun akan mengalami tuntutan hukum atau terpaksa menjual rumahnya.” Pada usia 36 tahun, beberapa orang akan membuat pesta dan mengundang kerabat dan teman-teman mereka untuk merayakan ulang tahun sebelumnya. Pengunjung akan menyalakan petasan di rumah tuan rumah untuk mengusir nasib buruk. Usia 45 tahun juga dianggap tabu oleh orang-orang zaman dahulu, seperti kata pepatah, “Ketika orang mencapai usia 45 tahun, mereka seperti tanaman lemas yang kekurangan sinar matahari.” Dengan demikian orang akan berpura-pura menjadi satu tahun lebih tua atau lebih muda dari 45 dengan sengaja. Beberapa orang akan meminta keluarga untuk membuat celana dalam merah atau ikat pinggang untuk mengusir roh jahat di usia 45. Di beberapa tempat, usia 66 juga dihindari sebagai hal yang tabu. Diyakini bahwa usia 66 adalah masa yang sulit bagi orang tua. Pepatah legendaris mengatakan sebagai berikut, “Pada usia 66, Dewa Kematian ingin membunuhmu.” Apalagi angka 73 dan 84. Angka ini dihindari karena dianggap tabu karena pepatah lama, “Mencapai usia 73 atau 84, kamu akan masuk neraka bahkan Dewa Kematian tidak mengundangmu.” Ada legenda lain yang mengatakan bahwa dua orang bijak Tiongkok, Konfusius meninggal pada usia 73 tahun sedangkan Mencius pada usia 84 tahun. Bahkan orang bijak seperti Konfusius dan Mencius tidak bisa lepas dari kutukan 73 dan 84, apalagi orang normal. Jadi kedua angka ini dianggap sebagai titik kritis kehidupan. Jika dapat hidup melalui 73, kamu melewati masa-masa sulit, dan kamu setidaknya dapat bertahan sampai 84. Jika kamu bisa hidup sampai 84, kamu bisa hidup selama 100 tahun. Angka 81 dihindari sebagai hal yang tabu, karena ada pepatah, “Sembilan kali sembilan kita dapat satu, rejeki atas kekayaan telah habis, dan keturunannya akan miskin selamanya.” Jadi di banyak tempat, angka 81 dihindari. Di beberapa tempat, angka 9 dihindari sebagai hal yang tabu karena dalam ide matematika kuno, angka 1,3,5,7 dan 9 dianggap sebagai Yang sedangkan 2,4,6 dan 8 sebagai Yin dan angka 9 adalah ekstrim dari Yang. Ada pepatah lama yang berbunyi seperti ini, “Segala sesuatu selalu berbalik dengan sendirinya setelah mencapai ekstrim.” Pepatah ini menunjukkan bahwa keuntungan akan berubah menjadi kerugian dan naik akan berubah menjadi turun. Jadi usia yang berhubungan dengan 9 juga dihindari, dianggap sebagai hal yang tabu oleh orang-orang, karena mereka percaya itu akan membawa mereka kepada nasib buruk. Angka Keberuntungan Angka keberuntungan biasanya adalah angka genap. Oleh karena itu, ketika memilih tanggal pernikahan, angka ganjil dihindari sebagai hal yang tabu. Untuk satu hal, orang berharap “Kebahagiaan datang dua kali lipat.” Orang cenderung memilih angka 6 dan 8 dengan alasan bahwa, dalam bahasa Tionghoa angka 8 yang diucapkan Ba (Hanzi: 八, Pinyin: Bā), memiliki pengucapan yang mirip dengan Fa (Hanzi: 发, Pinyin: Fā), yang berarti menghasilkan banyak uang dalam bahasa Tionghoa. Dahulu, pedagang selalu memilih hari yang berhubungan dengan 8 untuk melakukan perjalanan jauh. Sampai sekarang pepatah beruntung, “Jika ingin menjadi kaya, harus bergantung pada angka 8.” Dalam bahasa Tionghoa, angka 6 diucapkan Liu (Hanzi: 六, Pinyin: Liù) memiliki pengucapan yang mirip dengan Liu (Hanzi: 溜, Pinyin: Liū) yang berarti semuanya akan berjalan lancar. Jika enam berjalan setelah enam lainnya, itu bahkan lebih baik, karena dua enam berarti “六六大顺 (liù liù dà shùn).” Terima kasih telah membaca, silahkan kunjungi Tionghoa Indonesia untuk artikel-artikel lain yang lebih menarik.
·tionghoa.org·
Angka Dalam Budaya Tionghoa