Found 2 bookmarks
Custom sorting
Kebijaksanaan Jenghis Khan
Kebijaksanaan Jenghis Khan
Setelah lelah karena habis berperang, Jenghis Khan (1162-1227), Raja Mongol termasyhur penguasa benua Asia yang meluluh lantakkan dan penakluk semenanjung Balkan di Eropa Timur, di suatu hari memutuskan untuk berburu ke hutan bersama beberapa Panglima Perang andalannya. Selain membawa Anjing Pemburu, Jenghis Khan juga membawa Burung Rajawali nya yang sudah terlatih untuk berburu dan juga dapat menuntun Jenghis Khan pulang ke Istana bila mereka tersesat di tengah hutan. Usai berburu dan mendapatkan hasil yang lumayan banyak, mereka pun memutuskan pulang. Ternyata dalam perjalanan Jenghis Khan merasa kehausan, mereka lalu mencari sumber air. Untunglah, tak seberapa jauh ditemukan tetesan air bening di sebuah bebatuan besar. Jenghis Khan kemudian menampung tetesan air itu dalam sebuah mangkuk. Ketika ia hendak minum, tiba-tiba Burung Rajawalinya menukik dan memukul tangan Jenghis Khan sehingga air dalam mangkuk itu tumpah. Beberapa kali ia mencoba lagi (menampung air di mangkuknya dan mau diminum), tapi selalu terulang kembali gangguan dari Burung Rajawali peliharaannya itu. Hal ini membuat Jenghis Khan marah, maka ketika Sang Rajawali kesekian kali menumpahkan air yang hendak diminumnya, ia kemudian menebas leher Rajawali dengan pedangnya sampai Rajawali tergeletak di kakinya, mati seketika dengan kepala terputus. Rasa hausnya pun hilang seketika. Dengan rasa penasaran yang teramat sangat, Jenghis Khan naik ke atas bebatuan itu untuk mencari sumber air tersebut. Ketika sampai di atas, ternyata sumber tetesan air itu sebuah telaga kecil, Jenghis Khan terkejut bukan main karena ia melihat seekor ular berbisa mati dengan luka menganga di pinggiran telaga air itu dan bisa (racun)-nya mencemari telaga itu dan airnya mengalir ke arah bebatuan tempat ia tadi menampung dengan mangkok. Hati Jenghis Khan seketika sesak mengingat kematian Rajawali yang berusaha keras menyelamatkan nya. Ia kemudian menuruni bukit itu, lalu mengambil mayat Burung Rajawalinya yang sudah mati itu dan menggendongnya dengan rasa penyesalan yang amat sangat. Hati kecilnya menjerit, Jenghis Khan tak kuasa menahan air matanya. Dengan lirih ia berkata: Hari ini aku mendapat pelajaran berharga yang sangat menyedihkan, dan sejak hari ini aku tidak akan melakukan sesuatu apapun jika sedang marah. Kemudian pulang ke Istananya dan memanggil seluruh Panglima Perangnya berikut pasukannya. Atas perintah Jenghis Khan, dilakukanlah upacara penguburan sang Rajawali. Burung Rajawali yang sudah tewas itu dibungkus dengan baju perang milik Jenghis Khan. Usai pemakaman sang Rajawali, Jenghis Khan berpidato di hadapan ribuan pasukannya: “Hari ini kita bisa memenangkan satu pertempuran yang besar. Kita bisa mengalahkan musuh.Tapi, pada saat ini saya tidak bisa mengalah kan diri saya sendiri. Dan pelajaran yang sangat mahal itu baru saya dapatkan dari seekor Rajawali yang sangat berjasa dan baru kita makamkan itu.” Keesokan harinya Jenghis Khan memerintahkan seorang seniman terkenal membuatkan patung emas Burung Rajawali itu. Di sayap kiri Patung Rajawali itu tertulis : Saat seorang sahabat melakukan hal yang tidak berkenan di hatimu sekalipun, dia tetaplah sahabatmu… Sementara di sayap kanan patung Rajawali satunya tertulis: Tindakan apapun yang dilakukan dalam angkara murka hanya akan membuahkan kegagalan. Sahabatku, Dalam keadaan marah, biasanya semua tindakan kita tidak bisa terkontrol dengan baik. Lebih baik redakan dulu amarah kamu, tenangkan diri kamu. Selama amarah kamu belum reda, tundalah dulu keputusan-keputusan penting yang harus kamu ambil bila kamu tidak ingin menyesalinya di kemudian hari. Artikel ini muncul pertama kali di: Vesiraja Indonesia - Pembuatan Website & Pemasaran Digital Pada: Kebijaksanaan Jenghis Khan
·id.vesiraja.com·
Kebijaksanaan Jenghis Khan
Antara Pasrah dan Putus Asa
Antara Pasrah dan Putus Asa
Antara Pasrah dan Putus Asa Oleh: Adi W. Gunawan “Pak Adi, saya ini sudah pasrah, tapi kenapa ya hati saya masih terus gundah, susah. Apa yang salah dengan diri saya? Katanya kalau orang pasrah, hidupnya bisa tenang,” tanya seorang klien. “Bisa Ibu jelaskan lebih detil kondisi yang Ibu alami dan apa yang telah Ibu lakukan untuk pasrah?” tanya saya. Klien ini, sebut saja sebagai Bu Tanti, 47 tahun, merasa dalam posisi terjepit. Sudah setahun ini ia tinggal serumah dengan mertua perempuan. Sejak mertua lakinya meninggal, ibu mertua ini ikut Bu Tanti karena suami Bu Tanti adalah anak tunggal. Luar biasanya, si Ibu mertua, menurut Bu Tanti, sangat cerewet, sangat pengatur, mendominasi rumah tangganya. Bu Tanti bingung dan galau. Kebahagiaannya terusik dengan hadirnya si mertua. Tapi, ia tidak mungkin menempatkan mertua di panti jompo. Suaminya pasti tidak setuju. Bila ibu mertua diminta tinggal di rumahnya sendiri, suami Bu Tanti tidak tega. Saya tanya Bu Tanti, “Ibu yakin sudah benar-benar pasrah?” “Saya sudah pasrah, Pak Adi. Terserah Ibu mertua saya mau apa di rumah saya, saya tidak ambil pusing, tidak mau tahu, dan tidak mau ngurusi,” jawabnya agak ketus. Saya tertawa geli dan tergelak saat mendengar jawaban Bu Tanti. Dari caranya menjawab saya tahu sebenarnya ia tidak pasrah. Bahkan, mencoba pasrah saja belum ia lakukan. Yang terjadi sebenarnya adalah ia PUTUS ASA, bukan PASRAH. “Ibu tidak pasrah. Tapi Ibu putus asa,” jawab saya. “Ah.. saya sudah pasrah total nih, Pak,” jawabnya lagi. Saya sampaikan padanya bahwa yang sering orang katakan sebagai “pasrah” sebenarnya adalah “putus asa”. Mereka tidak bisa atau tidak mengerti bedanya atau cara membedakannya. Saat kita telah benar-benar pasrah, kita tidak lagi terikat, melekat, atau dipengaruhi oleh hal di luar diri. Saat benar-benar pasrah, hati dipenuhi perasaan tenang, damai, bahagia. Masalah bisa tetap ada, namun ia tidak lagi berpengaruh pada diri kita. Namun, saat seseorang telah berusaha mengatasi kondisi yang membuatnya tidak nyaman dan tidak berhasil, akhirnya ia frustrasi, dan putus asa. Setelahnya, ia berusaha untuk tidak lagi mau memikirkan masalah ini. Ini yang sering mereka sebut sebagai pasrah. Cara membedakan antara pasrah dan putus asa ada pada kualitas pikiran dan emosi yang dialami seseorang. Saat benar pasrah, kita merasa tenang, damai, bahagia. Saat putus asa, perasaan yang dirasakan adalah andilau, antara dilema dan galau, tidak nyaman, sangat terganggu. Kita bisa bersikeras sudah pasrah namun perasaan, pikiran, dan kondisi tubuh tidak bisa bohong. Orang yang putus asa tapi bersikeras mengatakan dirinya pasrah pasti merasa tidak nyaman dan menderita dengan “kepasrahannya” ini. Demikianlah adanya… Demikianlah kenyataannya…. Artikel ini muncul pertama kali di: Vesiraja Indonesia - Pembuatan Website & Pemasaran Digital di Bali Pada: Antara Pasrah dan Putus Asa
·id.vesiraja.com·
Antara Pasrah dan Putus Asa